Senin, 04 April 2011

Mal dan Budaya Konsumerisme




PENDAHULUAN
Ekonomi memang suatu hal yang tabu untuk dibicarakan dalam suatu negara, karena ekonomi merupakan faktor utama yang memberikan nama baik bagi suatu negara, apakah negara itu bagus atau tidak? Dengan mengutamakan kemajuan ekonomi suatu negara bisa memberikan yang terbaik bagi rakyatnya, rakyat tidak akan lagi kekurangan yang namanya masalah ekonomi jika negara bisa membangun perekonomian yang tinggi dan bisa menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya, tidak akan ada lagi rakyat yang menderita karena kelaparan, kemiskinan, maupun hal lainnya yang berdampak buruk dari kekurangan ekonomi seseorang. Namun, yang jadi permasalahan ialah bagaimana pemerintah melakukan sesuatu untuk meningkatkan status ekonomi bangsa kita ini. Apakah cara yang dilakukan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi bangsa itu benar atau tidak? Apakah benar akan mengembangkan dan memajukan ekonomi yang ada di negara kita ini atau justru malah sebaliknya, cara yang di tempuh pemerintah akan menjadikan rakyat itu sengsara dan malah menggerogoti kehidupan demokrasi dan bernegara kita? Karena kalau kita melihat di negara kita ini justru malah sebaliknya, negara kita kebanyakan hanya bertindak sebagai konsumen saja tanpa ada usaha untuk menjadi produsen, sehingga mengakibatkan budaya konsumerisme di negara kita dan mengakibatkan negara ini tidak akan berkembang kalo di negara itu sudah ada yang namanya budaya konsumerisme dimana rakyat kita itu dipaksa untuk tidak mau kreatif, dan inovasi dalam menemukan hal-hal yang baru. Rakyat terus-terusan di suguhkan dengan barang-barang buatan luar.
Selain budaya konsumerisme, Mal yang menjadi pusat perbelanjaan pun menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya budaya konsumerisme dan terjadinya kerusakan di demokrasi di negara kita ini. Mal menjadi wadah bagi investor asing untuk menanamkan modal disana, dan memasukan barang-barang dari luar yang menarik untuk dijual dan dipakai oleh rakyat kita sendiri, sehingga rakyat kita itu terlena akan barang-barang dari luar dan melupakan barang-barang asli produk kita sendiri walaupun kualitas beberapa barang produksi negara kita itu kalah dengan barang-barang dari luar. Tapi, bukan berati jika produk dari luar itu lebih bagus kualitasnya daripada negara kita sendiri rakyatnya menjadi terlena akan produk orang lain, harusnya itu bisa dijadikan motivasi bagi negara kita untuk bisa lebih maju lagi dari negara-negara lain, bukan hanya diam dan menciptakan budaya konsumerisme di negara kita. Kalo misalnya sampai seperti itu berati kita lupa akan identitas dari suatu negara tersebut yaitu negara sebagai wadah untuk menciptakan rakyatnya yang kreatif, inovatif, dan mandiri bukan sebagai wadah yang menghasilkan rakyat yang manja. Mal dan juga budaya konsumerisme juga akan menghancurkan tatanan kehidupan demokrasi kita karena adanya diskriminasi dalam hal ini.
Mal dan Budaya Konsumerisme
Mal dan Budaya Konsumerime merupakan dua hal yang tak bisa di pisahkan, karena satu dengan lainnya terdapat koherensi. Dimana Budaya konsumerisme itu bisa timbul karena Mal juga. Pemerintahan di negara kita yang ingin mengembangkan perekonomiannya yaitu salah satunya dengan cara membangun pusat perbelanjaan dan mengundang investor asing untuk menginvestasikan modalnya di negara kita. Namun, malah sebaliknya pembangunan pusat perbelanjaan dan mendatangkan investor asing ke negara kita justru malah membuat negara kita kehilangan identitasnya sebagai orang tua bagi warga negaranya dimana negara itu harus bersikap adil terhadap rakyat nya dan tidak boleh sampai mementingkan salah satu pihak aja dan mengabaikan pihak yang lain yang termasuk dalam warga negaranya. Pemabangunan Mal yang bertujuan sebagai salah faktor memajukan ekonomi negara justru malah berdampak buruk bagi rakyat nya sendiri, contohnya dalam hal tempat pembangunan mal itu sendiri. Kadang-kadang orang yang ingin membangun mal tersebut itu tidak memikirkan kenyamanan bagi beberapa pihak, kadang mereka menggusur tempat-tempat dimana banyak keluarga tinggal di tempat itu dan mereka juga udah lama tinggal disana walaupun mereka orang awam yang tidak tahu menahu masalah hak kepemilikan tempat tersebut dan suka menjadi sasaran orang yang ingin membangun suatu waralaba pribadi dengan menipu dan menindas orang-orang jelata tanpa memikirkan nasib rakyat jelata jikalau pembangunan itu jadi dilaksanakan. Hal yang seperti itulah yang menghilangkan identitas suatu negara dimana hanya satu pihak yang di untungkan dan merugikan pihak yang lain tidak adanya keadilan bagi semuanya. Rakyat jelata menjadi korban dalam hal seperti itu dan orang kaya yang menguasai permainannya.
Selain dari hal di atas kerugian dari di adakannya banyak pembangunan mal di negara kita ialah ketika pembangunan mal itu sudah merajalela maka secara otomatis akan menimbulkan persaingan ekonomi antar blok-blok antara satu mal dengan mal yang lainnya, juga akan menimbulkan kapitalisme dimana mereka akan bersaing bagaimana caranya mendapatkan materi yang berlimpah dan ini mengakibatkan perpecahan diantara sesama di negara sendiri dan bukan nya membantu negara dalam mengembangkan perekonomian justru malah sebaliknya membuat negara menjadi kacau akibat ulah dari persaingan tersebut dan ini berkebalikan dengan prinsip republikanisme yang dimana setiap orang itu bekerja sama dalam mendapatkan kebahagiaan bersama dan semua orang bekerja tanpa ada yang egois artinya tidak ada pekerjaan yang menguntungkan satu pihak saja, juga dalam republikanisme keikut sertaan masyarakat kita dalam peduli terhadap program yang dijalankan pemerintahan dalam mengembangkan perekonomiannya seperti mengelola mal ataupun yang bertindak sebagai pemegang sahamnya membuktikan adanya eksistensi dan esensi sebuah negara dalam menjalankan hal tersebut. Namun, pada kenyataannya di negara kita banyak sekali yang mengelola sebuah instansi itu merupakan dari orang luar bukannya dari kita, sehingga menyebabkan kita sebagai orang pribumi malah tersingkir dan menderita karena sempitnya lapangan pekerjaan. Contohnya seperti yang sekarang ini lagi populer yaitu itu K-Link dimana K-Link itu menyuguhkan kepada masyarakat kita tentang obat-obat kesehatan buatan luar, dan pemegang dari K-Link sendiri bukanlah orang kita melainkan orang luar dan kita sebagai pribumi hanya jadi budak kepada apa yang telah diperintahkan oleh pemimpin K-Link tersebut, dan inilah yang menyebabkan hilangnya identitas kewarganegaraan di negara kita, sebuah instansi yang merusak tatanan hidup kita dimana merekalah yang berkuasa di negara kita sendiri sedangkan sebagai tuan rumah malah jadi tertindas akibat datangnya investor dari luar yang menanam saham di negara kita, masyarakat kita harusnya menjadi kerangka kebersamaan dimana semua orang itu bekerja sama dalam membangun suatu negara yang baik bukannya menjadi beban pemerintah dimana rakyat nya itu mengandalkan pemerintah dan menunggu subsidi dari pemerintah itu artinya rakyat tergantung terhadap pemrintah. Sebagai negara harusnya bisa memberikan kenyamanan bagi setiap warga negaranya dan juga memberikan apa yang masyarakat butuhkan.
Dalam nilai-nilai republikanisme dan kosmopolitanisme bisa kita dapatkan bahwasanya suatu negara yang baik itu yaitu ketika setiap orang berani untuk mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan umum atau publik, dan kenyataan yang ada sekarang dalam negara kita adalah bahwasanya pembangunan mal-mal ataupun pusat perbelanjaan menjadi salah satu penyebab perusak bagi sistem demokrasi di negara kita, karena kalo kita hubungkan dengan nilai-nilai republikanisme dan kosmopolitanisme, orang yang membangun pusat perbelanjaan itu hanya untuk kepentingan pribadi bukannya kepentingan umum bahkan sampai bisa merugikan pihak orang lain dengan merebut hak orang lain seperti hak tempat tinggal mereka yang dijadikan sebagai mal atau pusat perbelanjaan dan itu bertentangan dengan nilai-nilai yang berada dalam republikanisme dan kosmopolitanisme yang harusnya setiap orang itu berani untuk mengorbankan kepentingan pribadinya untuk kepentingan publik. Selain itu, hal tersebut juga mengakibatkan rusaknya sistem demokrasi yang ada di negara kita, pengambilan hak orang lain menjadi pemicu rusaknya demokrasi di negara kita dan juga terdapat diskriminasi antar golongan, kita tahu bahwa mal identik nya dengan barang-barang atau produk-produk yang berkualitas dan berharga mahal, jadi secara otomatis orang yang pergi ke mal hanyalah orang-orang yang kaya saja sedangkan rakyat jelata itu tidak bisa masuk ke mal itu, jadi seakan-akan mal itu hanya untuk kalangan orang kaya saja tidak untuk rakyat jelata. Dan juga itu bisa merusak atau menghilangkan identitas suatu negara, kita tahu bahwasanya konsep kosmopolitanisme yaitu kepemilikan bersama atas permukaan bumi ini berdasarkan prinsip-prinsip imperative universal jika kita hubungkan dengan kepemilikan orang yang mendirikan mal atau orang yang punya mal itu tidak sesuai dengan konsep kosmopolitanisme, sehingga hilanglah identitas sebuah negara. Tidak hanya itu, ketika mal-mal itu semakin merajalela ada dimana-dimana sampai-samapi mal itu masuk kampung ataupun sebuah desa, berati secara tidak langsung kampung itu maupun desa itu sudah kehilangan identitasnya sebagai kampung maupun desa yang dimana asalnya mereka hanyalah sebagai tempat yang serba sederhana, serba jaman dahulu suasananya sampai datangnya mal ke pelosok desa dan kampung menghilangak identitas mereka semua, dan juga itu ujung-ujungnya dengan sendirinya akan menghilangkan identitas suatu kewarganegaraan.
Mal merupakan cikal bakal kapitalisme, dan itu artinya yang mempunyai ekonomi kecil akan tersingkir dari permainan itu, juga akan adanya kecemburuan social dimata masyarakat. Kita tahu bahwa mal itu identiknya dengan orang-orang kaya saja yang berhak berbelanja disana sedangkan orang yang mempunyai ekonomi pas-pasan atau di bawah rata-rata tidak akan sanggup untuk berbelanja disana. Jika kita hubungkan antara mal dan kehidupan social, itu pasti akan terjadi perbedaan dan menimbulkan perpecahan di antara sesame. Itu dikarenakan adanya kecemburuan social dan juga ketidak adilan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyatnya. Seharusnya Negara itu mem,berikan kesejahteraan bagi semua rakyatnya, dan pembangunan mal menjadi salah satu pemicu hilangnya prinsip republikanisme di Negara kita, karena pembangunan itu didsari untuk kepentingan pribadi bukannya kepentingan public.
“contestation alone is insufficient, even if it is all that is feasible in the absence of democratically organized institutions that offer opportunities for deliberation and participation. Without reasons-responsive institutions, citizens can only hope indirectly to influence decision by means of public strategic actions. Indeed, citizen sovereignty functions in part as a principle favoring the pluralism of democratic forms of life”[1].
Dalam kutipan diatas dijelaskan bahwasanya dalam demokrasi kedaulatan ada ditangan rakyat, jika ada suatu keputusan harus di pertimbangkan secara matang ( tidak langsung di tentang) demokrasi menawarkan kepada rakyat untuk merespon dan berpartisipasi dalam suatu kebijakan, juga rakyat hanya bias berharap secara tidak langsung untuk mempengaruhi keputusun dari suatu institusi pemerintah dengan aksi public. Jika kita hubungkan dengan kerugian dari satu pihak akibat dari pembangunan mal dimana-mana jelaslah itu bertentangan bahwasanya Negara demokrasi itu harus kembali kepada rakyat dan mengutamakan rakyat terlebih dahulu dengan kepentingan bersama.
BUDAYA KONSUMERISME
Budaya konsumerisme merupakan cikal bakal kapitalisme, karena kita tahu sendiri bahwasanya konsumerisme itu sudah menghancurkan rakyat dengan suguhan produk-produk dari luar. Dan ketika mereka sudah terpengaruh akan produk-produk dari luar dan mereka hanya sebatas konsumen saja, tentunya itu akan menjadi suatu kebudayaan yang jelek yang akan menghancurkan negara kita, dan juga menghilangkan identitas negara tersebut. Contohnya saja, negara kita yang setiap masanya di suguhi barang-barang terbaru dari luar yang sangat menarik mengalahkan produk hasil negara kita sendiri. Tentunya itu akan menghilangkan identitas suatu kenegaraan, jika misalnya baju batik hasil negara kita itu kalah dengan model-model baju yang dari barat, secara otomatis baju batik itu secara perlahan-lahan akan berkurang sampai akhirnya menghilang dari negara kita, yang asalnya batik itu adalah ciri khas negara kita, sekarang menjadi tidak lagi karena telah kalah sama produk dari luar, dan alhasil dari perbuatan itu masyarakat malah semakin terlena mengkonsumsi produk-produk bikinan luar.
Budaya konsumerisme jika kita hubungkan dengan kosmopolitanisme dan republikanisme memang terdapat suatu kontradiktif, kita tahu bahwa prinsip dari kosmopolitanisme dan republikanisme itu adalah dimana semua orang itu bekerja sama dalam membangun kesejahteraan manusia dan keadilan yang tidak berpihak kepada siapa pun. Sedangkan budaya konsumerisme ini tidak sesuai dengan prinsip itu, karena jika kita lihat bahwasanya budaya konsumerisme ini bukan untuk semua orang, tetapi budaya konsumerisme ini hanya untuk golongan tertentu saja, hanya orang tertentu saja yang bisa melakukannya, sedangkan golongan yang lain tidak bisa melakukannya dan hanya bisa melihat orang-orang itu asyik dengan belanjaannya. Alhasil, itu semua hanya akan mengakibatkan kecemburuan sosial semata. Termasuk, pemerintah yang tidak mengerti akan apa yang diinginkan oleh rakyatnya, dan jika pemerintah itu sudah tidak bisa lagi memberikan apa yang seharusnya mereka berikan kepada rakyatnya berupa kesejahteraan, keadilan, dan kenyamanan dalam suatu negara maka nilai-nilai demokrasi yang ada itu sudah tidak bisa dipakai lagi, karena kita mengetahui bahwasanya suatu negara domokrasi adalah negara yang mengabdikan semuanya bagi rakyat, baik itu keinginannya, hak-haknya, kesejahteraan, dan juga keadilan yang harusnya mereka dapatkan menjadi tidak mendapatkan apa-apa dari akibat budaya konsumerisme tersebut.
Pasar bebas yang telah dibuka oleh negara kita menjadi salah satu pemantik makin menyalanya budaya konsumerisme, dengan adanya pasar bebas ini lah orang-orang khususnya warganegara kita akan semakin merajalela mengkonsumsi terhadap barang-barang dari luar tersebut, dengan di fasilitasinya banyak mal di negara kita maka sebakin banyak pula investor asing yang datang kepada kita untuk menanam modal di negara kita, walaupun kedatangan investor asing itu merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi negara kita karena akan membantu kenaikan perekonomian negara. Namun, kerugiannya yang diterimanya pun lebih besar lagi, kecemburuan sosial, dan ketidak adilan sosial membuat negara demokrasi seperti kita ini menjadi hancur kehilangan nilai-nilai demokrasinya dan juga kehilangan identitasnya sebagai negara. Namun, tidak semua kebijakan atau aksi yang dilakukan pemerintah itu semuanya tidak bagus terutama dalam masalah ini yang berkaitan dengan hal-hal yang berbau dengan produsen dan konsumen, dalam model demokrasi kosmopolitan di sebutkan bahwasanya
“prinsip-prinsip yang menentukan menyangkut keadilan sosial adalah sebagai berikut: produksi, distribusi, dan eksploitasi sumber-sumber harus kondusif bagi, dan sesuai dengan, proses demokratis dan struktur tindakan politik bersama”[2].
Dari kutipan di atas jika kita hubungkan dengan mal dan budaya konsumerisme tentunya tidak terdapat keadilan sosial, baik itu produksinya, distribusinya, maupun eksploitasinya tidak sesuai dengan proses demokratisnya dan juga struktur tindakan politik bersama, pembangunan mal misalnya yang hanya menguntungkan satu pihak saja, bahkan sampai tempat berdirinya mal merebut hak orang lain khususnya rakyat jelata dan juga pembangunan mal ini bukan struktur tindakan politik bersama, termasuk juga budaya konsumerisme yang hanya menimbulkan kecemburuan sosial di antara sesama, dan juga merusak tatanan sistem demokrasi di negara kita, dan juga sampai menghilangkan identitas suatu negara.
Budaya konsumerisme memang akan menjadikan perpindahan yang asalanya negara demokrasi menjadi negara yang kapitalis, dimana ketika negara itu sudah menjadi kapitalis maka setiap orang nya akan bersaing dengan sesama untuk memenuhi keinginan pribadinya dengan mengesampingkan orang lain, dan tanpa memikirkan rakyat jelata di bawahnya dengan cara mengambil hak-hak mereka, dan secara perlahan demokrasi yang ada di negara kita akan lenyap dengan sendirinya. Sebagai pemerintah harusnya bisa melihat kedepannya akibat jika konsumerisme itu sudah menjadi kebudayaan, dan pemerintah pun bisa mencegahnya dari awal-awal agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Rakyat jelata yang menjadi korban hanya bisa berharap pada kebijakan pemerintah terhadap suatu kasus, dan disini pemerintah haruslah tahu tentang apa yang dibutuhkan oleh rakyat, karena kita ini merupakan negara yang demokratis dimana pemerintah itu dipilih oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.
Kesimpulan
Setelah kita melihat semua penjelasan di atas, bisa saya simpulkan bahwasanya mal dan budaya konsumerisme itu merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi satu sama lainnya. Pembangunan mal dimana-mana akan memeberikan kesempatan bagi barang-barang yang dari luar, sehingga setelah itu terjadi semua, maka warganegara kita akan bertindak sebagai konsumennya dan tidak akan menutup kemungkinan itu akan menjadi sebuah budaya konsumerisme. Banyaknya mal-mal yang didirikan mengakibatkan kerugian bagi beberapa pihak, baik itu dari mulai dimana mal itu didirikan sampai mal itu bisa menggeser pasar-pasar tradisional, sehingga orang-orang itu akan melupakan pasar tradisional dan beralih kepada mal-mal yang ada. Juga mal lebih condong atau menerima dan melayani hanya sedikit orang saja, artinya adanya sedikit diskriminasi dalam hal ini. Orang-orang akan menjadi budak bagi adanya mal-mal yang berada disekitarnya, mereka akan membeli semua kebutuhan yang mereka butuhkan, ketika ada barang yang barupun mereka akan beralih dan mencari barang yang baru tersebut, dan tentu saja itu akan melupakan cara hidup yang lama mereka dan beralih menjadi konsumerisme, artinya adanya sesuatu ciri khas yang hilang dalam negara itu, sehingga menghilangkan pula identitasnya sebagai negara, demokrasi yang dipakai negara kita menjadi terkubur karena tindakan-tindakan seperti itu.
Sama halnya dengan pembangunan mal, budaya konsumerisme juga mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi negara, hilangnya identitas sebuah negara dan rusaknya tatanan demokrasi di negara kita merupakan akibat dari budaya konsumerisme di negara kita. Orang-orang yang sudah termakan dengan suguhan dari produk-produk luar memaksa mereka untuk terus menjadikan itu semua sebagai kebutuhan mereka, dan itu akan mengakibatkan rasa egoisme yang tinggi terhadap diri seseorang, mereka akan bersaing bagaimana untuk mendapatkan barang tersebut, dan juga produk hasil olahan kita yang menjadi ciri khas dari negara kita itu sedikit demi sedikit akan tergantikan posisinya oleh barang-barang yang dari luar, dan tentu saja bisa sampai menghilangkan produk yang menjadi ciri khas negara kita tersebut, seperti batik, angklung, dan yang lainnya. Itu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya identitas suatu negara. Ketidak adilan dan kecemburuan sosial juga menjadi hasil dari budaya konsumerisme tersebut, karena tidak semua orang yang bisa berbelanja di mal-mal, karena mal itu hanya menerima dan melayani orang-orang yang punya ekonomi golongan tengah ke atas. Sehingga orang-orang akan meresa dibedakan, dan itu bertolak belakang dengan sistem yang dipakai oleh negara kita yakni negara demokrasi, dan kalau seperti itu kejadiannya maka sistem yang sudah di negara kita ini yaitu demokrasi akan hilang dan negara kita tidak bisa disebut lagi sebagai negara demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Held, David. 2004. Demokrasi dan Tatanan Global. Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR
Farelly Colin (edt). 2004. Contemporary Political Theory. London: Sage Publications

0 komentar:

Posting Komentar